Saksi Mata; Berbagi Cerita, Mengatasi Trauma di Tanah Papua

Membaca kisah Saksi Mata yang ditulis oleh tujuh orang muda generasi baru Papua ini mengajak kita untuk merenung, bukan hanya situasi hidup orang Papua sekarang ini tetapi pengalaman panjang yang mengakibatkan gelombang pengungsi selama 60 tahun terakhir ini. Dalam dunia kehidupan keseharian Papua beberapa tahun terakhir ini yang sudah membeku di tangan lembaga keamanan negara ini, saya mendapat buku yang berkisah tentang pengalaman pengungsi yang mewakili 60.000 lebih Orang Asli Papua (OAP) sejak Desember 2018. Kalau yang mengungsi orang pendatang, barangkali ceritanya akan lain. Tetapi mengapa dan bagaimana para pengungsi Papua yang sudah lama dibiarkan menjalani penderitaan tanpa perhatian pemerintah dan semua pihak? Apa benang merahnya? Di mana kita mencari jawabannya?
Catatan sejarah pengungsian orang Papua di atas memang jauh dari gambaran sebenarnya. Ia perlu dilengkapi. Ia hanya dimuat di sini untuk menujukkan kenyataan bahwa masalah pengungsi Papua sebenarnya barang yang sudah lama dialami dan dijalani orang Papua.
Harus diakui bahwa catatan ini jauh dari lengkap. Ia diangkat hanya untuk menunjukkan beberapa kenyataan. Pertama, bahwa ribuan  orang Papua mengungsi setiap tahun sejak tahun 1960an, dan ini akan terus meningkat di masa depan. Kedua, bahwa masalah demikian besar ini telah lama kita abaikan. Sudah saatnya kita menyikapinya, sekurang-kurangnya dengan membicarakannya.

Judul : Saksi Mata; Berbagi Cerita, Mengatasi Trauma di Tanah Papua
Penulis : Salminus Newegalen, Intanus Gwijangge, Mekia Kogoya, Tinala, Hengki Wamuni, Hana, Yanpit Kotouki
Penerbit: Magnum Pustaka Utama
ISBN : Dalam proses pengajuan
Harga : Rp. 90.000
Info Pemesanan : +6287839814456


Penerbit Magnum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar